Uang Pesangon Dibayar Dengan Surat Hutang: Tinjauan Yuridis Kasus PHK Karyawan PT. BL

Membaca berita pada detik finance pada tanggal 20 Mei 2011 membuat saya berpikir untuk membuat ulasan tentang sebuah perusahaan yang membayar uang pesangon bagi karyawannya yang terkena PHK dengan surat hutang yang menurut pengusaha telah dijamin oleh seluruh pemegang saham. Pengusaha melakukan hal tersebut karena tidak mempunyai cash flow secara tunai, selain itu juga kondisi perusahaan yang akhir – akhir ini diberitakan di berbagai media sedang kesulitan untuk membayar dana kepada nasabahnya karena memang perusahaan ini bergerak dalam bidang asuransi dan investasi.

Berdasarkan kasus posisi tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu saya bahas, terlepas dari keadaan perusahaan maka saya akan memberikan ulasan berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan. Pertama kali yang saya bahas adalah sebab-sebab PHK berdasarkan UU No. 13/2003 Ttg. Ketenagakerjaan ada berbagai hal yaitu :

1.      Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam PK, PP, dan/ PKB setelah pekerja yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan Pertama, Kedua, Ketiga secara berturut-turut sebagaimana diatur dalam Pasal 161;

2.      Perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja begitu pula sebaliknya pengusaha tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya yang diatur dalam Pasal 163;

3.      Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian yang terus menerus selama 2 (dua) tahun atau karena keadaan memaksa, selain itu juga perusahaan melakukan efisiensi sebagaimana diatur dalam Pasal 164;

4.      Perusahaan mengalami pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 165;

5.      Pekerja meninggal dunia sebagaimana diatur dalam Pasal 166;

6.      Pekerja memasuki usia pensiun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 167;

Konsekuensi dari PHK adalah timbulnya hak-hak untuk pekerja setelah keluarnya ijin secara resmi dari Lembaga PPHI kepada Pengusaha dengan perhitungan sesuai dengan sebab-sebab PHK yang telah dijelaskan sebelumnya. Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan hak-hak yang lain dihitung berdasarkan upah dan kondisi khusus seperti misalnya: masa kerja, status pekerja, dll.

Dasar perhitungan hak-hak karyawan yang mengalami PHK dihitung berdasarkan jumlah upah yang diterima, sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 30 UU No. 13/2003 Ttg. Ketenagakerjaan bahwa yang dimaksudkan dengan upah adalah :

“Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”

Berdasarkan penjelasan pasal diatas yang perlu ditekankan adalah upah diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sehingga apabila pihak pengusaha dalam hal ini Manajemen PT. BL memberikan uang pesangon kepada pekerjanya yang mengalami PHK dengan surat hutang maka tindakannya tersebut bisa jadi melanggar UU, namun pada sisi lain perbuatan tersebut tidak dilarang oleh UU.

Pada sisi lain seperti yang saya maksud dalam hal ini adalah tidak ada ketegasan maupun kejelasan dalam UU apakah suatu upah diijinkan untuk dibayarkan tidak secara tunai tetapi dalam bentuk fasilitas, seperti misalnya: asuransi kesehatan bagi pekerja, karena hal tersebut baru bisa dianggap sebagai uang apabila digunakan oleh pekerja.

Apabila kita cermati diatas tentang pemberian hak pekerja yang mengalami PHK yang diganti dengan surat hutang, maka dalam hal ini permasalahan sudah beralih ke pada aspek Hukum Perdata, karena apabila pekerja menerima pembayaran tersebut maka hubungan yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja bukan lagi hubungan kerja tetapi hubungan keperdataan, sehingga apabila pengusaha ingkar janji (wanprestatie) terhadap surat hutang yang diberikan kepada pekerja maka pekerja tidak dapat mengajukan gugatan ke Lembaga PPHI namun harus mengajukan Gugatan secara Perdata ke PN/Pengadilan Negeri setempat atau dalam hal ini PN tempat pengusaha berkedudukan hukum.

Leave a comment